Melangkah

8:09:00 PM

Aku bisa saja berjalan lurus, tapi aku memutuskan untuk berbelok. Tepat saat aku hampir menggapaimu.


***

Kau terlalu jauh berlari. Anganmu, semua hal yang ingin kau gapai, dan langkah kakimu yang lebar sungguh telah membuat kita semakin jauh. Lagipula sejak kapan kita menjadi dekat dalam definisi yang sesungguhnya? Sedekat apapun ragaku denganmu, sekeras apapun bahumu menubruk bahu kurusku, aku tahu jiwamu telah jauh berkelana. Meninggalkan aku yang terabaikan ketika berusaha menggapaimu dengan langkah kecil dan tersaruk-saruk.

Anganku sungguh terlalu tinggi.

Tapi aku tak pernah menyerah. Setidaknya hingga saat itu.

Seburuk apapun kau perlakukan aku, sesakit apapun aku, aku sungguh masih terus berusaha menggapaimu, menyamai langkahmu. Aku berlari sekencang yang aku bisa. Di persimpangan selanjutnya, aku ingin melihatmu dan berbelok ke jalan yang sama denganmu.
Tapi aku berhenti. Langkah kakiku terhenti. Aku berjalan dengan normal sekarang. Menikmati setiap detik yang aku punya, menciptakan kenangan yang tidak melulu tentangmu, dan berusaha bahagia. Dan aku sungguh bahagia. Anganku tentangmu memudar, meski kenangan yang kau beri masih tersimpan rapi.
Kau tahu? Kini kenangan itu tidak setajam dulu. Ia tak mengoyakku dan membuatku terduduk kesakitan seperti dulu, sekarang ia lebih bersahabat. Aku bahkan bisa tersenyum ketika ia menulusup masuk memenuhi semua ruang yang ada dalam diriku.
Aku sungguh telah berhenti. Langkahku beriringan dengan waktu yang berjalan sebagaimana mestinya. Pandanganku bukan lagi kamu. Tujuanku sungguh bukan lagi kamu. Kamu telah tertinggal di belakang. Jauh sekali di belakang.

Tapi aku menemukanmu. Lagi. Ekor mataku menangkap sesosok lelaki yang pernah menjadi segala-galanya dalam hidupku. Beberapa langkah lagi untuk menggapaimu. Mata cokelatmu menatapku, memberitahuku bahwa kau tahu aku berdiri dalam keadaan kebingungan di sini. Aku meneruskan langkahku, melangkahkan kaki satu persatu. Aku berjalan lurus ke depan, untuk kemudian berbelok tepat saat aku hampir menggapaimu.

Tujuanku sungguh bukan lagi kamu.

Kamu telah tertinggal jauh sekali di belakang.

Detik itu, aku hanya bertemu dengan sekeping kenangan untuk melengkapi kenanganku yang belum utuh.

Kamu bukan lagi dia yang pernah menjadi segala-galanya untukku. Entah aku atau kamu yang berubah. Sepertinya kita sama-sama berubah.

Dan aku sungguh tak ingin terjebak dalam kegilaan yang meremukkan lagi.

Selamat tinggal.


Ketika kau berada di depanku lagi, aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan. Apakah aku akan berhenti untuk mengucapkan ‘Hai’ padamu atau terus berjalan seperti yang sedang aku lakukan. Karena pada saat mataku menangkap binar cokelat matamu, bukankah kita adalah dua orang yang tak saling mengenal? Bukankah kau adalah orang yang asing yang tiba-tiba muncul?

You Might Also Like

0 komentar